ABOUT

ABOUT

Sunday, November 18, 2012

Catatan: tentang Abu-abu


 
"Saat kamu benar-benar tertarik akan sesuatu, tingkat kepekaan atensimu akan meningkat beberapa kali lipat dari semestinya." 
(Adr)



Yah..aku bisa merasakan hampir 90% dari atensiku terfokus pada makhluk Tuhan yang satu itu. Kalau saja manusia tidak perlu tidur, mungkin pembuluh darah kepalaku sudah dari dulu pecah. Pria itu terlalu memenuhi pikiranku! Belum lagi kalau-kalau kami bersiteru, otak dipecut lebih buruk dari perlakuan penjajah pada romusa. 

Aku bisa terjaga seharian penuh, pagi ketemu pagi tiap kali ada yang mengganggu pikiranku dan yang terburuk, aku bisa mengucurkan air mata berjam-jam tanpa henti. Jika sudah begitu pilihannya hanya dua, dipaksakan tidur atau siap-siap dibombardir vertigo. Aku lebih sering mengambil pilihan pertama, tapi hal itu lebih banyak dikarenakan, aku mulai menangkap sinyal-sinyal kedatangan serangan vertigo. Hahaha…

Lain dengan dia yang jauh lebih suka mengunci diri, menunggu permasalahan kami benar-benar meledak layaknya bom waktu, aku jauh lebih suka menjinakannya detik itu juga sebelum permasalahan terlanjur hancur menjadi kepingan. Entah sudah berapa kata maaf yang berhamburan dari mulutku yang kadang membuatku berpikir sepertinya ada yang salah dengan diriku yang sekarang. 

Untuk orang yang tingkat egois dan harga dirinya bisa dibilang tinggi, yang sudah-sudah aku lebih suka tahan harga menunggu permohonan maaf atau pergi begitu saja jika kata maaf itu tak juga datang. Tak peduli sekalipun kesalahan itu dipihakku. Aku lebih suka memulai hal baru daripada memperbaiki kerusakan yg ada. Itu jauh lebih mudah, menurutku. Tapi, satu hal yang membuatku sadar, ego ada karena aku terlalu miskin cinta. Yah, kala itu aku belum saja merasakannya, sampai saat aku lalu menemukannya.

Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku menemukan alasan untuk bertahan. Bukan beranjak pergi atau membiarkan pria yang bersamaku meninggalkanku. Tak peduli seberapa lelah aku mengemis maaf tiap kali kami mulai retak, tak peduli seberapa perih tangis yang kudera atas caci makinya, tak peduli seberapa murah harus kurendah-rendahkan diri menunduk kalau perlu bersujud, aku tak peduli siapa yang salah…Satu hal yang aku pedulikan, hubungan kami jauh lebih berharga dari ego-nya terlebih lagi ego-ku. Tapi, bagaimanapun juga manusia pasti ada lelahnya dan sekokoh-kokohnya pertahanan tanpa kerjasama yang baik antar kedua pihak tetap saja ringkih. 

Yah..kadang rasanya aku ingin menyerah begitu saja. Tidak ada jaminan yang pasti untukku tetap disini. Bahkan posisiku berdiri saja sudah amat sangat salah dari awal. Aku tak tahu aku ini apa, siapa, dan akan jadi apa. Semuanya terlalu abu-abu. Dan yang paling kurang masuk akal, kesetiaanku yang masih ia ragukan hingga kini, membuatku memilih mati konyol dengan membuang privilege ke-single-an-ku.Yah.. aku menutup rapat akses pria-pria yang mendekatiku hanya untuk membuatnya sadar bahwa hanya ia 'seorang' yang kuinginkan untuk memilikiku bukan yang lain. Lucunya ia masih saja belum sepenuhnya sadar akan hal itu. Hahaha..Dan hey, jika saja dia sadar, batas umurku sudah tipis. Wanita itu umur pencariannya jauh lebih singkat dan aku sudah semakin tua. Waktu, bagi wanita seumuranku menjadi jauh lebih berharga karena waktu yang terpakai tidak akan pernah bisa kuambil kembali. Maka jika aku memilih tetap bersamanya, bertahan di segitiga abu-abu ini, sadarlah itu berharga, kesetiaanku tidaklah murah.Secinta itu aku padanya.

Kadang rasanya aku ingin mundur. Aku tahu dia juga menyayangiku. Tapi, ke-abu-abu-an diantara kami membuatku gusar. Ragu. Tidak ada jaminan bagiku seberapa lama rasa sayang itu bertahan, terlebih lagi semakin kesini, komunikasi kami kian berkurang dan berbatas. Yah..aku tahu kesibukannya sungguh menyita waktu dan aku mendukung semua kegiatannya. Aku selalu bersemangat menceritakan perjuangannya, terutama tentang band-nya tiap kali berbicara dengan Tuhan, bahkan tak jarang Tuhan melihatku menangis disela-sela obrolan kami. Yah…aku tahu ia begitu sibuk dan aku tahu aku tidak boleh egois, karena itu belakangan ini aku sudah jarang sekali merengek perhatiannya. Namun terkadang rinduku bersedih.

Dari kecil keluargaku selalu melimpahkan perhatian dan menuruti segala kemauanku. Sekalipun keluargaku bukan kelas atas, tapi mereka tidak akan pernah membiarkanku hidup susah bahkan kadang aku merasa cara mereka memanjakanku membuatku terlalu hedon. 

Tapi terlepas dari itu semua, aku bukan tipikal wanita materialistis yang sering minta dibelikan ini itu oleh pria, aku bukan wanita bensin yang kesana-sini selalu minta diantar-jemput dengan kendaraan bagus atau setidaknya taksi, aku juga bukan wanita pengatur yang suka memasung kebebasan pria yang kucintai untuk melakukan hal-hal yang dia suka terutama yang berhubungan dengan cita-citanya. Hey! Diluar sana ada ratusan bahkan jutaan wanita seperti itu! Dan aku bukan. Aku tidak seperti itu terhadap pria yang kucintai. 

Dan padanya, aku tidak merengek semua itu, tidak meminta lebih, cukuplah perhatiannya saja padaku, aku sudah jauh lebih dari bersyukur. Aku tidak pernah mengeluh dan mensyaratkan tempat-tempat yang kami kunjungi harus wah, makanan harus wah, transportasi kami wah, tidak…bersamanya saja itu sudah jauh dari cukup. 

Namun, jika saja rinduku ini boleh memohon, aku hanya ingin dia sering mengabariku, setidaknya setara dengan seberapa sering ia luangkan waktu untuk meng-update dan membalas mention orang-orang itu di twitter. Bukankah aku juga penting??
 
Setidaknya sesekali dari 24 jam atau tepatnya 86400 detik yang dia miliki dalam sehari, tanpa kuminta, ia mengabariku. Hanya itu. Kabar memang tidak sepenuhnya bisa dibilang perhatian, tapi setidaknya itu bisa jadi salah satu cara untuk mengatakan, "hey, kamu sedang ada dipikiranku, lho! Aku sedang mengingatmu  :)  ". Dan aku akan bahagia karenanya. 

Oh...Tuhan, aku rindu saat-saat kami baru-baru dekat dulu. Hampir tiap hari ia menghubungiku, merindukanku, memperhatikanku, mengumbar kata-kata manis. Aku bisa merasakan perasaan kami setara. Seolah ia tidak sanggup bila tidak ada aku sehari saja. Itu pula yang membuatku yakin bahwa aku bisa percayakan hatiku padanya. Well, bukan berarti sekarang rasanya padaku sudah hilang. Mungkin ia hanya terlalu sibuk. Namun Tuhan, sungguh aku rindu masa-masa itu.

Tapi aku tidak bisa berkata banyak dan aku tidak bisa memaksakan kerinduanku, sekalipun itu adalah cara untuk membuatku utuh. Sungguh Tuhan aku benar-benar merasa hampa. Kesetiaanku padanya yang selalu menjadi alasan kuat untukku menahan diri untuk tidak tergoda dengan pria-pria yang mendekatiku, yang siap menghujaniku perhatian yang lebih, pria-pria yang siap memenuhi kebutuhanku yg haus akan perhatiannya, kesetiaanku itu yang membuatku kian merasa hampa. Tapi, lagi, aku tidak bisa membebaninya dengan kehampaanku, masih banyak sekali hal yang jauh lebih penting untuk ia pikirkan, untuk ia lakukan, ia kejar, selain aku.

Aku hanya berdoa, menunggu dan berharap dia mengabariku. Well…kadang kalau sudah terlalu rindu, aku yang lebih dahulu mencari tahu kabarnya dengan menghubunginya langsung. Namun terkadang responnya tidak seramah seperti yang aku harapkan, kadang malah lebih banyak membuatku kecewa. Kalau sudah begitu kalau tidak menangis, aku akan murung seharian penuh! Hahaha… Sedashyat itu pengaruhnya terhadapku!

Aku sering berpikir, aku pasti sudah gila bisa jatuh cinta dengan pria abu-abu itu, sementara diluar sana aku bisa memilih pria dengan hasil saringan terbaik dalam antrian. Semua tentangnya benar-benar samar, termasuk hubungan kami. Ironis. Hahaha… 

Tapi, terlepas lelah, menyerah, pedih, rindu, kegilaanku, amarahku atau apapun itu,
selama ia masih mencintaiku, mau memperjuangkanku dan tidak menyia-nyiakanku, 
aku masih akan bertahan, masih setia, belum berhenti mencintainya
 
   dan aku belum beranjak dari sisinya. 

 -Adr-




*PS: Kadang cinta itu sederhana, tidak menuntutmu lebih dan perhatian sudah cukup mewah untuk wanita sepertiku. Love you :)


it was what we begin
 its where we supposed to end.




No comments:

Post a Comment