ABOUT

ABOUT

Monday, June 25, 2012

The Shooting Star, Rainbow, and The Dead Rock

Bintang Jatuh, Pelangi, dan Batu Mati

"Ini tentang pelangi yang menemukan bintang jatuh, yang terbakar cinta hingga menjadikannya batu mati saat Juni hampir berakhir."
(Adr)

Serupa Juni yang memudar, menggapai bintang kini menjadi elegi dalam urat nadi. Berdetak tanpa henti, sampai aku mati. Argh...iris perih ini selalu serukan namamu, mengalir didarahku.
(Adr)



----------------------------------------------------------------------------------------------------

 18juni 2012
Aku pasti bermimpi, saat aku benar-benar menemukan bintang jatuh ditelapak tanganku. Tapi saat aku melihat sosok pria yang berjalan disisiku, menggenggam jemariku erat, tersenyum memandangiku, aku tahu, aku tak sedang tertidur.



22juni 2012
Sang bintang jatuh itu ada dihadapanku. Lagi. Aku memandangi kerlipnya, takjub. Semakin lama aku mamandanginya, batin kian meringis. Sesak didada. Seperti ada pedih sembunyi dibalik senyumku. Andai saja ia sadar, binar mataku basah kala itu. Tapi, aku yakin ia tidak menyadarinya, karena ia terlalu sibuk memperhatikan tingkahku yang sedari tadi mendokumentasikan gerak-geriknya dengan digital camera yang kubawa. Dan memang itu point-nya.



----------------------------------
Tuhan, menjadi yang dirahasiakan itu tidak mudah. Hati ini harus dibuat mati rasa, karena akal bisa pendek mengulang peristiwa sembilan tahun silam. Dan mungkin jika itu terulang kembali, Tuhan akan enggan menyelamatkan nyawaku lagi.

Akh!!! Kenapa aku selalu lemah tiap kali aku benar-benar jatuh cinta. Tapi, hey!!! Namanya juga jatuh cinta! Jatuh itu kan sudah pasti sakit yah? Lucunya, aku masih selalu saja terkejut akan sakitnya, sekalipun ini bukan jatuhku yang pertama.

Aku itu pemikir. Dan terkadang terlalu keras hingga melampaui batas kekuatan hati. Lemahnya hati mungkin bukan tanpa alasan. Sedari kecil, aku sudah dibuat kenyang dengan pertengkaran keluarga. Aku ingat sekali, kala itu aku bahkan masih terlalu kecil untuk melihat ibuku dijambak paksa, diseret hingga jatuh dari tempat tidur menuju ujung lantai kamar. Aku ingat betul seberapa sering kedua orangtua-ku bertengkar hebat, hingga piring-piring itu dibuat melayang hingga pecah. Aku ingat betul mereka sering melampiaskan kemarahan mereka padaku. Dan kala itu aku masih terlalu kecil untuk melawan. Aku hanya punya air mata. Aku masih ingat jelas, bahkan tidak akan pernah lupa bagaimana ibuku menamparku begitu keras hingga pipiku sedikit lebam, sehabis bertengkar dengan ayahku. Aku ingat betul, saat ayahku memukuliku dengan rotan. Akh, membicarakan semua itu, mungkin tidak ada habisnya. Andai saja rentetan peristiwa itu terjadi dengan umurku sekarang, mungkin ketakutan tidak akan menjadi daging dibalik kulitku.

Yaa Tuhan, mengingatnya saja sudah membuatku merinding. Tapi, kala itu aku masih bisa dibilang beruntung. Karena mereka sering ada untukku. Kakak-kakakku. Aku sering bersembunyi dibalik punggung kakakku, menangis sambil menutup mata dan telingaku rapat-rapat, tiap kali kedua orangtuaku bertengkar. Gelegar suara bentakan mereka benar-benar membuatku takut. Well…mungkin hal itu terbawa sampai sekarang. Aku paling tidak bisa dibentak. Jangankan dibentak, ada orang berbicara dengan nada tinggi saja, jantung serasa ingin lepas, hati langsung lemah. Ujung-ujungnya aku hanya bisa menangis. OH, Tuhan semoga pasanganku kelak terlalu sayang untuk membentakku.

Seperti yang sudah-sudah, aku menghabiskan banyak waktuku untuk berpikir. Dan kali ini tentang bintang jatuh. Berpikir bagaimana aku bisa memanfaatkan keterbatasan waktu yang kupunya sebelum ia kembali ke pangkuan langit. Karena memang sampai kapanpun aku tidak akan bisa memiliki. Aku sekali sadar akan hal itu. Itu juga yang membuatku harus selalu meyakinkan diriku agar aku harus kuat jika sewaktu-waktu bintang jatuh itu melepas peluknya dari hatiku yang rapuh.

Aku lalu menjadi pelangi. Kau tahu pelangi kan?? Pelangi itu indah. Cantik. SIapa yang tidak menyukai pelangi. Hampir semua orang dibuat takjub dengan keindahannya, bahkan tak sedikit orang yang terlihat begitu bahagia kala melihatnya. Tak sedikit dari mereka yang membicarakannya bahkan kala pelangi itu hilang dari pandangan. Tak sedikit dari mereka yang mungkin beberapa hari, minggu, bulan, tahun kemudian masih mengenangnya dan menceritakan pesona sang pelangi yang mereka jaga dalam arsip memori mereka itu kepada orang lain. Dan aku yakin, orang-orang itu tidak pernah menyesal pernah bertemu pelangi, atau bahkan mereka malah bersyukur karena pernah diberi kesempatan melihatnya.

Dan dengan waktu singkat yang aku punya, aku ingin menjadi pelangi untuk bintang jatuh yang tak pernah henti membuatku kian terperosok ke dalam perasaan cintaku padanya. Sesingkat umur pelangi, aku ingin menghapus muram sang bintang jatuh tiap kali duka menaungi harinya. Layaknya pelangi sesungguhnya, yang ia lakukan pada awan gelap, petir dan hujan, menelan getir dengan bentangan warna-warni, sambil diam-diam menerbitkan cerah dan kembalikan indahnya sang biru. Dan sama seperti pelangi, kelak setelah apa-apa yang kulakukan untuk mencerahkan harinya, aku tahu aku harus membiarkan hatiku pecah berkeping-keping, hancur terbang berlarian diudara, hingga tangisku bahkan tak lagi mampu ia dengar karena aku sudah lenyap terlebih dulu. Tapi, mungkin kala saat itu tiba, aku akan ikhlas melepasnya, selama ia mengenangku sebagai yang terindah. Karena kelak, saat Sang Pencipta menakdirkan untuk pertemuan kembali, aku ingin lingkaran senyum dibibirnya itu untukku. Senyum yang pasti akan selalu kurindukan.





24juni2012
Pikiranku sedang kacau balau. Moodku benar-benar buruk, tapi aku terlalu rindu padanya. Akh, sepertinya rindu itu sudah jadi makananku sehari-hari semenjak bintang jatuh itu bertahta angkuh dihatiku. Aku yang terlalu rindu dan keruh hati, menjadi pendek pikirannya, yang ternyata baru sadar telah membawaku pada jurang elegi.

Aku tengah menebarkan sentuhan estetika pada beberapa hasil dokumentasi sang bintang jatuh. Mengetahui ia begitu senang melihat hasilnya, membuatku merasa itu belum cukup. Aku ingin membuatnya lebih senang lagi. Yah, sepertinya membuatnya senang dan tersenyum sudah menjadi salah satu kebiasaanku. Aku selalu ingin memberinya kejutan-kejutan kecil yang kuharap setidaknya bisa ia jadikan alasan untuknya tersenyum. Akh!!! Sepertinya aku benar-benar menyukainya, hingga aku begitu selalu ingin membuatnya bahagia.

Rindu yang menggerakan tanganku untuk membuka salah satu akun sosialnya tengah mengantarku pada sebuah nama, yang kemudian kuketahui itu adalah adiknya. Awalnya aku tak ada niatan untuk menjadikan adiknya itu masuk ke dalam list pertemananku. Aku hanya ingin melihat-lihat album dokumentasinya saja, kali-kali bisa kutemukan wajah sang bintang jatuh dalam album dokumentasi adiknya itu. Aku sedang berpikir, ingin memberi sang bintang jatuh kejutan agar ia lebih senang lagi. Aku ingin mengambil beberapa dokumentasi yang ada wajahnya, sang bintang jatuh, maksudku, lalu akan kubuat indah seindah-indahnya dengan sentuhan grafis. Dia pasti akan terkejut senang.

Niatanku itu ternyata mengharuskanku untuk membuat akun adiknya tersebut masuk ke dalam list persahabatanku, karena ternyata akunnya tersebut diprotect yang membuatku tidak bisa mengintip album dokumentasi.

Lucunya setelah proteksi itu bisa kutembus, karena dia sudah masuk dalam list pertemananku, aku masih saja tidak menemukan yang aku cari. Dokumentasi sang bintang jatuh yang ingin kuperindah itu. Malahan, aku menemukan sesuatu yang menarik perhatianku. Ternyata adiknya memiliki kesamaan denganku. Suka menulis yang bahkan dipublish di blog pribadinya. Aku yang selalu tertarik dengan orang-orang yang punya interest yang sama, tergoda untuk mengunjungi blognya. Beberapa postingan dalam blog tersebut ada yang membuatku sedikit terenyuh. Lantas tanpa berpikir panjang, aku mengomentari bahwa blognya tersebut bagus sambil sedikit basa-basi terimakasih telah mau masuk dalam list pertemananku. Sebenarnya pada saat itu aku sama sekali tidak berpikir ingin menindaklanjuti. Aku hanya ingin berhenti disitu. Tapi, entah kenapa, semua itu terjadi begitu saja diluar rencana. Pembicaraan kami mengalir, karena ia begitu menyukai karya-karya grafis dan tulisanku. Pada saat itu aku sama sekali tak terpikir bahwa kelak hal ini akan jadi masalah, mungkin karena terlalu ditimang obrolan. Dan memang aku selalu mengapresiasi orang-orang yang menghargai karyaku, siapapun itu. Pembicaraan itu membuatku sampai lupa bahwa ini mungkin akan jadi masalah, karena aku belum sempat izin pada sang bintang jatuh untuk memasukan akun adiknya dalam list pertemananku.

Aku yang selalu berusaha jujur dalam segala hal pada sang bintang jatuh, menjadi terlalu jujur untuk mengakui apa yang baru kulakukan tersebut. Sebenarnya, kalau aku mau, aku bisa saja acuh dan tidak menceritakan hal tersebut, karena memang sebenarnya aku tidak memiliki kewajiban untuk itu dengan status kami yang entah apa. Terlebih lagi sepanjang hari ia berlaku begitu manis, sungguh aku tak ingin merusak semua itu. Tapi, entah bodoh atau aku terlalu setia padanya, aku kemudian memutuskan menceritakan semua itu. Dan ternyata harga yang harus aku terima dari kejujuranku itu benar-benar mahal. Karena semua hal tulus yang selama ini aku lakukan lenyap karena setitik nila.

Aku tau, berdebat dengan bintang jatuh tak akan membuatku mampu menyamai kedudukannya. Karena memang aku hanya makhluk bumi, tempatku berpijak ditanah, sedangkan ia melayang begitu tinggi diatas sana. Aku tahu, aku salah dan aku mengakui segala kesalahanku padanya. Tapi, sungguh Tuhan, aku sama sekali tidak pernah sedikitpun ada niatan buruk padanya, terlebih lagi saat ia berpikir aku ingin mengambil hati adiknya untuk menggapai cinta sang bintang jatuh. Sungguh itu jauh dari pikiranku, dan kesimpulan itu yang membuatku benar-benar terluka.

Tuhan, sungguh hanya engkau yang benar-benar tahu. Aku begitu tulus mencintainya, yang kupikirkan tiap hari hanya bagaimana aku bisa membuatnya bahagia. Dan itu pula yang menjadi alasanku. Aku sama sekali tak ada niatan untuk bertindak seperti yang ia pikirkan. Namun, aku bisa apa.

Dan lagi-lagi aku menangis. Menangis begitu hebat, hingga penyakit sesak dadaku kambuh setelah beberapa bulan ini tak pernah kurasakan. Detik itu aku sadar, aku sudah jauh begitu mencintainya, hingga aku begitu takut kehilangannya. Yang terburuk adalah, selama aku hidup, baru kali ini aku benar-benar merendahkan harga diriku mengemis cinta. Yah, aku mengemis cintanya, memohon-mohon. Tapi itu juga tak membuatnya kembali. Bahkan aku rela menghapus dua akun social yang selama ini menjadi separuh napasku. Yeap, facebook dan twitterku. Hanya kau yang tahu, aku tak bisa utuh tanpa dua akunku yang sudah menemaniku bertahun-tahun itu. Kau bahkan bisa melihat seberapa aku mencintai akunku itu dari seberapa intensnya aku meng-update-nya. Dan yang terlebih lagi, dua akun itu hanya akses yang tersisa agar aku bisa menghubungi teman-temanku setelah handphone-ku benar-benar sudah tidak bisa diperbaiki. Dan untuk mengumpulkan contact mereka satu persatu bukanlah hal mudah, menghabiskan waktu menahun, terutama contact teman-teman SD dan SMP-ku, karena memang aku baru membuat akun itu saat aku selepas SMA. Sungguh hanya kau yang tahu Tuhan, bahwa saat aku memutuskan untuk menghapus permanen dua akunku itu, itu sama saja memutuskan komunikasiku dengan yang lainnya. Hal yang kupikir takkan pernah kulakukan sampai kapanku atas alasan apapun. Tapi, kala itu tentangnya, sungguh Tuhan, aku rela….aku rela…karena aku sungguh tak sanggup jika aku harus kehilangan dia. Aku begitu mencintainya Tuhan. Tapi, aku tahu, apa yang aku lakukan tak akan membuatnya kembali.

Aku masih mencoba menghubunginya, tapi ia terlalu marah untuk berbicara padaku. Aku berhenti berusaha menghubunginya karena ia memintaku jangan lagi menghubunginya melalui pesan yang dikirimnya. Napas menjadi kian sesak, tangisku kian terisak-isak, aliran darahku seolah mengumpul diotak karena panas tubuhku seketika kian meningkat hingga wajahku memerah. Well, memang hari ini aku sedang tidak enak badan, mungkin itu sebabnya panas tubuhku kian naik. Pada detik itu aku merasa benar-benar sendiri, aku tak tahu harus berbicara pada siapa, sementara jutaan kata menyesaki kepalaku seperti ingin meledak. Dan aku memang meledak hebat pada saat itu, selepas aku berbicara pada Tuhan, berbicara pada Sang Kuasa dalam sholat malamku. Namun lantas tak mampu membuatku berhenti menangis. Dan aku yakin ini rekor nangis terlamaku. Aku menangis tanpa henti hingga sekitar jam empat pagi. Yah, hanya duduk di ranjangku sambil memeluk kedua lutut yang kurapatkan ke dada. Hanya diam tanpa berkata apapun. Kepalaku rasanya seperti ingin pecah, sampai akhirnya, aku kehilangan keseimbangan, terjatuh.




25Juni2012
Hari ini rasanya begitu gloomy. Sepertinya perasaanku pada sang bintang jatuh begitu hebat. Hingga aku benar-benar hancur. Kini aku bukan lagi pelangi. Tapi lebih seperti batu mati. Seharian ini aku hanya berdiam diri dikamar sambil sesekali mendengarkan musik. Aku hanya keluar kamar untuk mengambil air wudhu, selebihnya mengurung diri dan berpura-pura tidur tiap kali ibuku mengecek masuk ke kamar. Aku tak ingin ibuku melihat mataku sebelum bengkaknya benar-benar mengempis. Dan mungkin jauh lebih baik jika ia tidak tahu.

Aku benar-benar seperti batu, hilang nafsu hingga aku terpaksa berbohong bahwa aku sudah makan, saat ibuku bertanya apa aku sudah makan atau belum. Tapi, sepertinya aku kurang beruntung karena ia sadar, makanan kesukaanku yang sengaja ia masakan untukku sama sekali tak tersentuh. Tapi, apa mau dikata, aku tak ingin apa-apa. Hari ini aku hanya ingin diam menenangkan perasaanku, menguatkan hatiku bahwa aku telah kehilangan bintang jatuhku.

Aku merasa benar-benar hancur hari ini. Mengenangnya begitu pilu, hanya membuatku kian sadar bahwa ia tak lagi ada disisiku. Hingga akhirnya aku mencoba mengalihkan dengan membuat diriku sibuk. Aku lantas membuat replika komik wajahnya dengan menggunakan media kain flannel. Bersyukurlah aku tidak mahir untuk urusan jahit-menjahit dan kebetulan memang tingkat konsentrasiku terlalu tiarap saat ini, sehingga kegagalanku yang berkali-kali dalam membuatnya, bisa membuatku kian sibuk. Lucunya, kali ini tertusuk jarum menjadi tak terasa sakit. Mau itu berkali-kali atau bahkan keluar darah sekalipun. Sepertinya patah hatiku menjadikanku kebal sakit fisik.  Ah…tapi, hatiku masih terasa sakit. Tuhan, sungguh aku tak ingin kehilangannya….

Mungkin orang yang melihatku seperti ini akan berpikir aku berlebihan, atau apalah, yang bahkan aku tak peduli orang bilang apa, tapi, semua ini terasa begitu nyata, senyata genggaman tangannya kala itu yang kupikir itu mimpi.

Oh, Tuhan…aku harus apa???? Aku merasa begitu sendiri. Aku berharap aku bisa bercerita, mengeluarkan semuanya, tapi pada siapa Tuhan?? Tetaplah bersamaku, Tuhan. Kuatkan aku. 



---------------------------------------------------------

Dear Bintang Jatuh Wherever You Are:
For all those sweet things that we've been through, for every smile that has made when we was together, for my lips that never lies, for my fidelity, for my heart that always love you truly, I wish your heart not blind enough to see that my love for you is so pure. I love you, Bintang Jatuh....











No comments:

Post a Comment