Bintang Jatuh, Pelangi, dan Batu Mati
"Ini tentang pelangi yang menemukan bintang jatuh, yang terbakar cinta hingga menjadikannya batu mati saat Juni hampir berakhir."
(Adr)
Serupa Juni yang memudar, menggapai bintang kini menjadi elegi dalam urat nadi. Berdetak tanpa henti, sampai aku mati. Argh...iris perih ini selalu serukan namamu, mengalir didarahku.
(Adr)
----------------------------------------------------------------------------------------------------
18juni 2012
Aku pasti bermimpi,
saat aku benar-benar menemukan bintang jatuh ditelapak tanganku. Tapi saat aku
melihat sosok pria yang berjalan disisiku, menggenggam jemariku erat, tersenyum
memandangiku, aku tahu, aku tak sedang tertidur.
22juni 2012
Sang bintang jatuh itu
ada dihadapanku. Lagi. Aku memandangi kerlipnya, takjub. Semakin lama aku mamandanginya,
batin kian meringis. Sesak didada. Seperti ada pedih sembunyi dibalik senyumku.
Andai saja ia sadar, binar mataku basah kala itu. Tapi, aku yakin ia tidak
menyadarinya, karena ia terlalu sibuk memperhatikan tingkahku yang sedari tadi
mendokumentasikan gerak-geriknya dengan digital camera yang kubawa. Dan memang
itu point-nya.
----------------------------------
Tuhan, menjadi yang
dirahasiakan itu tidak mudah. Hati ini harus dibuat mati rasa, karena akal bisa
pendek mengulang peristiwa sembilan tahun silam. Dan mungkin jika itu terulang
kembali, Tuhan akan enggan menyelamatkan nyawaku lagi.
Akh!!! Kenapa aku
selalu lemah tiap kali aku benar-benar jatuh cinta. Tapi, hey!!! Namanya juga
jatuh cinta! Jatuh itu kan sudah pasti sakit yah? Lucunya, aku masih selalu
saja terkejut akan sakitnya, sekalipun ini bukan jatuhku yang pertama.
Aku itu pemikir. Dan
terkadang terlalu keras hingga melampaui batas kekuatan hati. Lemahnya hati
mungkin bukan tanpa alasan. Sedari kecil, aku sudah dibuat kenyang dengan
pertengkaran keluarga. Aku ingat sekali, kala itu aku bahkan masih terlalu
kecil untuk melihat ibuku dijambak paksa, diseret hingga jatuh dari tempat
tidur menuju ujung lantai kamar. Aku ingat betul seberapa sering kedua orangtua-ku
bertengkar hebat, hingga piring-piring itu dibuat melayang hingga pecah. Aku
ingat betul mereka sering melampiaskan kemarahan mereka padaku. Dan kala itu
aku masih terlalu kecil untuk melawan. Aku hanya punya air mata. Aku masih
ingat jelas, bahkan tidak akan pernah lupa bagaimana ibuku menamparku begitu
keras hingga pipiku sedikit lebam, sehabis bertengkar dengan ayahku. Aku ingat
betul, saat ayahku memukuliku dengan rotan. Akh, membicarakan semua itu, mungkin
tidak ada habisnya. Andai saja rentetan peristiwa itu terjadi dengan umurku
sekarang, mungkin ketakutan tidak akan menjadi daging dibalik kulitku.
Yaa Tuhan, mengingatnya
saja sudah membuatku merinding. Tapi, kala itu aku masih bisa dibilang
beruntung. Karena mereka sering ada untukku. Kakak-kakakku. Aku sering
bersembunyi dibalik punggung kakakku, menangis sambil menutup mata dan
telingaku rapat-rapat, tiap kali kedua orangtuaku bertengkar. Gelegar suara
bentakan mereka benar-benar membuatku takut. Well…mungkin hal itu terbawa
sampai sekarang. Aku paling tidak bisa dibentak. Jangankan dibentak, ada orang
berbicara dengan nada tinggi saja, jantung serasa ingin lepas, hati langsung
lemah. Ujung-ujungnya aku hanya bisa menangis. OH, Tuhan semoga pasanganku
kelak terlalu sayang untuk membentakku.
Seperti yang
sudah-sudah, aku menghabiskan banyak waktuku untuk berpikir. Dan kali ini
tentang bintang jatuh. Berpikir bagaimana aku bisa memanfaatkan keterbatasan
waktu yang kupunya sebelum ia kembali ke pangkuan langit. Karena memang sampai
kapanpun aku tidak akan bisa memiliki. Aku sekali sadar akan hal itu. Itu juga
yang membuatku harus selalu meyakinkan diriku agar aku harus kuat jika
sewaktu-waktu bintang jatuh itu melepas peluknya dari hatiku yang rapuh.
Aku lalu menjadi
pelangi. Kau tahu pelangi kan?? Pelangi itu indah. Cantik. SIapa yang tidak
menyukai pelangi. Hampir semua orang dibuat takjub dengan keindahannya, bahkan
tak sedikit orang yang terlihat begitu bahagia kala melihatnya. Tak sedikit
dari mereka yang membicarakannya bahkan kala pelangi itu hilang dari pandangan.
Tak sedikit dari mereka yang mungkin beberapa hari, minggu, bulan, tahun
kemudian masih mengenangnya dan menceritakan pesona sang pelangi yang mereka
jaga dalam arsip memori mereka itu kepada orang lain. Dan aku yakin,
orang-orang itu tidak pernah menyesal pernah bertemu pelangi, atau bahkan
mereka malah bersyukur karena pernah diberi kesempatan melihatnya.
Dan dengan waktu
singkat yang aku punya, aku ingin menjadi pelangi untuk bintang jatuh yang tak
pernah henti membuatku kian terperosok ke dalam perasaan cintaku padanya. Sesingkat
umur pelangi, aku ingin menghapus muram sang bintang jatuh tiap kali duka
menaungi harinya. Layaknya pelangi sesungguhnya, yang ia lakukan pada awan
gelap, petir dan hujan, menelan getir dengan bentangan warna-warni, sambil
diam-diam menerbitkan cerah dan kembalikan indahnya sang biru. Dan sama seperti
pelangi, kelak setelah apa-apa yang kulakukan untuk mencerahkan harinya, aku
tahu aku harus membiarkan hatiku pecah berkeping-keping, hancur terbang
berlarian diudara, hingga tangisku bahkan tak lagi mampu ia dengar karena aku
sudah lenyap terlebih dulu. Tapi, mungkin kala saat itu tiba, aku akan ikhlas
melepasnya, selama ia mengenangku sebagai yang terindah. Karena kelak, saat
Sang Pencipta menakdirkan untuk pertemuan kembali, aku ingin lingkaran senyum
dibibirnya itu untukku. Senyum yang pasti akan selalu kurindukan.
24juni2012
Pikiranku sedang kacau
balau. Moodku benar-benar buruk, tapi aku terlalu rindu padanya. Akh,
sepertinya rindu itu sudah jadi makananku sehari-hari semenjak bintang jatuh
itu bertahta angkuh dihatiku. Aku yang terlalu rindu dan keruh hati, menjadi pendek
pikirannya, yang ternyata baru sadar telah membawaku pada jurang elegi.
Aku tengah menebarkan
sentuhan estetika pada beberapa hasil dokumentasi sang bintang jatuh. Mengetahui
ia begitu senang melihat hasilnya, membuatku merasa itu belum cukup. Aku ingin
membuatnya lebih senang lagi. Yah, sepertinya membuatnya senang dan tersenyum
sudah menjadi salah satu kebiasaanku. Aku selalu ingin memberinya
kejutan-kejutan kecil yang kuharap setidaknya bisa ia jadikan alasan untuknya
tersenyum. Akh!!! Sepertinya aku benar-benar menyukainya, hingga aku begitu
selalu ingin membuatnya bahagia.
Rindu yang menggerakan
tanganku untuk membuka salah satu akun sosialnya tengah mengantarku pada sebuah
nama, yang kemudian kuketahui itu adalah adiknya. Awalnya aku tak ada niatan
untuk menjadikan adiknya itu masuk ke dalam list pertemananku. Aku hanya ingin
melihat-lihat album dokumentasinya saja, kali-kali bisa kutemukan wajah sang
bintang jatuh dalam album dokumentasi adiknya itu. Aku sedang berpikir, ingin memberi
sang bintang jatuh kejutan agar ia lebih senang lagi. Aku ingin mengambil
beberapa dokumentasi yang ada wajahnya, sang bintang jatuh, maksudku, lalu akan
kubuat indah seindah-indahnya dengan sentuhan grafis. Dia pasti akan terkejut
senang.
Niatanku itu ternyata
mengharuskanku untuk membuat akun adiknya tersebut masuk ke dalam list
persahabatanku, karena ternyata akunnya tersebut diprotect yang membuatku tidak
bisa mengintip album dokumentasi.
Lucunya setelah
proteksi itu bisa kutembus, karena dia sudah masuk dalam list pertemananku, aku
masih saja tidak menemukan yang aku cari. Dokumentasi sang bintang jatuh yang
ingin kuperindah itu. Malahan, aku menemukan sesuatu yang menarik perhatianku.
Ternyata adiknya memiliki kesamaan denganku. Suka menulis yang bahkan dipublish
di blog pribadinya. Aku yang selalu tertarik dengan orang-orang yang punya interest
yang sama, tergoda untuk mengunjungi blognya. Beberapa postingan dalam blog
tersebut ada yang membuatku sedikit terenyuh. Lantas tanpa berpikir panjang,
aku mengomentari bahwa blognya tersebut bagus sambil sedikit basa-basi
terimakasih telah mau masuk dalam list pertemananku. Sebenarnya pada saat itu
aku sama sekali tidak berpikir ingin menindaklanjuti. Aku hanya ingin berhenti
disitu. Tapi, entah kenapa, semua itu terjadi begitu saja diluar rencana.
Pembicaraan kami mengalir, karena ia begitu menyukai karya-karya grafis dan
tulisanku. Pada saat itu aku sama sekali tak terpikir bahwa kelak hal ini akan
jadi masalah, mungkin karena terlalu ditimang obrolan. Dan memang aku selalu
mengapresiasi orang-orang yang menghargai karyaku, siapapun itu. Pembicaraan
itu membuatku sampai lupa bahwa ini mungkin akan jadi masalah, karena aku belum
sempat izin pada sang bintang jatuh untuk memasukan akun adiknya dalam list
pertemananku.
Aku yang selalu
berusaha jujur dalam segala hal pada sang bintang jatuh, menjadi terlalu jujur
untuk mengakui apa yang baru kulakukan tersebut. Sebenarnya, kalau aku mau, aku
bisa saja acuh dan tidak menceritakan hal tersebut, karena memang sebenarnya
aku tidak memiliki kewajiban untuk itu dengan status kami yang entah apa.
Terlebih lagi sepanjang hari ia berlaku begitu manis, sungguh aku tak ingin
merusak semua itu. Tapi, entah bodoh atau aku terlalu setia padanya, aku
kemudian memutuskan menceritakan semua itu. Dan ternyata harga yang harus aku
terima dari kejujuranku itu benar-benar mahal. Karena semua hal tulus yang
selama ini aku lakukan lenyap karena setitik nila.
Aku tau, berdebat
dengan bintang jatuh tak akan membuatku mampu menyamai kedudukannya. Karena memang
aku hanya makhluk bumi, tempatku berpijak ditanah, sedangkan ia melayang begitu
tinggi diatas sana. Aku tahu, aku salah dan aku mengakui segala kesalahanku
padanya. Tapi, sungguh Tuhan, aku sama sekali tidak pernah sedikitpun ada
niatan buruk padanya, terlebih lagi saat ia berpikir aku ingin mengambil hati
adiknya untuk menggapai cinta sang bintang jatuh. Sungguh itu jauh dari
pikiranku, dan kesimpulan itu yang membuatku benar-benar terluka.
Tuhan, sungguh hanya
engkau yang benar-benar tahu. Aku begitu tulus mencintainya, yang kupikirkan
tiap hari hanya bagaimana aku bisa membuatnya bahagia. Dan itu pula yang
menjadi alasanku. Aku sama sekali tak ada niatan untuk bertindak seperti yang
ia pikirkan. Namun, aku bisa apa.
Dan lagi-lagi aku
menangis. Menangis begitu hebat, hingga penyakit sesak dadaku kambuh setelah
beberapa bulan ini tak pernah kurasakan. Detik itu aku sadar, aku sudah jauh
begitu mencintainya, hingga aku begitu takut kehilangannya. Yang terburuk
adalah, selama aku hidup, baru kali ini aku benar-benar merendahkan harga
diriku mengemis cinta. Yah, aku mengemis cintanya, memohon-mohon. Tapi itu juga
tak membuatnya kembali. Bahkan aku rela menghapus dua akun social yang selama
ini menjadi separuh napasku. Yeap, facebook dan twitterku. Hanya kau yang tahu,
aku tak bisa utuh tanpa dua akunku yang sudah menemaniku bertahun-tahun itu.
Kau bahkan bisa melihat seberapa aku mencintai akunku itu dari seberapa
intensnya aku meng-update-nya. Dan yang terlebih lagi, dua akun itu hanya akses
yang tersisa agar aku bisa menghubungi teman-temanku setelah handphone-ku
benar-benar sudah tidak bisa diperbaiki. Dan untuk mengumpulkan contact mereka
satu persatu bukanlah hal mudah, menghabiskan waktu menahun, terutama contact
teman-teman SD dan SMP-ku, karena memang aku baru membuat akun itu saat aku selepas SMA. Sungguh hanya kau yang tahu Tuhan, bahwa saat aku memutuskan untuk
menghapus permanen dua akunku itu, itu sama saja memutuskan komunikasiku dengan
yang lainnya. Hal yang kupikir takkan pernah kulakukan sampai kapanku atas
alasan apapun. Tapi, kala itu tentangnya, sungguh Tuhan, aku rela….aku rela…karena
aku sungguh tak sanggup jika aku harus kehilangan dia. Aku begitu mencintainya
Tuhan. Tapi, aku tahu, apa yang aku lakukan tak akan membuatnya kembali.
Aku masih mencoba
menghubunginya, tapi ia terlalu marah untuk berbicara padaku. Aku berhenti
berusaha menghubunginya karena ia memintaku jangan lagi menghubunginya melalui
pesan yang dikirimnya. Napas menjadi kian sesak, tangisku kian terisak-isak,
aliran darahku seolah mengumpul diotak karena panas tubuhku seketika kian
meningkat hingga wajahku memerah. Well, memang hari ini aku sedang tidak enak
badan, mungkin itu sebabnya panas tubuhku kian naik. Pada detik itu aku merasa
benar-benar sendiri, aku tak tahu harus berbicara pada siapa, sementara jutaan
kata menyesaki kepalaku seperti ingin meledak. Dan aku memang meledak hebat
pada saat itu, selepas aku berbicara pada Tuhan, berbicara pada Sang Kuasa
dalam sholat malamku. Namun lantas tak mampu membuatku berhenti menangis. Dan
aku yakin ini rekor nangis terlamaku. Aku menangis tanpa henti hingga sekitar
jam empat pagi. Yah, hanya duduk di ranjangku sambil memeluk kedua lutut yang
kurapatkan ke dada. Hanya diam tanpa berkata apapun. Kepalaku rasanya seperti
ingin pecah, sampai akhirnya, aku kehilangan keseimbangan, terjatuh.
25Juni2012
Hari ini rasanya begitu
gloomy. Sepertinya perasaanku pada sang bintang jatuh begitu hebat. Hingga aku
benar-benar hancur. Kini aku bukan lagi pelangi. Tapi lebih seperti batu mati. Seharian
ini aku hanya berdiam diri dikamar sambil sesekali mendengarkan musik. Aku
hanya keluar kamar untuk mengambil air wudhu, selebihnya mengurung diri dan
berpura-pura tidur tiap kali ibuku mengecek masuk ke kamar. Aku tak ingin ibuku
melihat mataku sebelum bengkaknya benar-benar mengempis. Dan mungkin jauh lebih
baik jika ia tidak tahu.
Aku benar-benar seperti
batu, hilang nafsu hingga aku terpaksa berbohong bahwa aku sudah makan, saat
ibuku bertanya apa aku sudah makan atau belum. Tapi, sepertinya aku kurang
beruntung karena ia sadar, makanan kesukaanku yang sengaja ia masakan untukku
sama sekali tak tersentuh. Tapi, apa mau dikata, aku tak ingin apa-apa. Hari ini
aku hanya ingin diam menenangkan perasaanku, menguatkan hatiku bahwa aku telah
kehilangan bintang jatuhku.
Aku merasa benar-benar
hancur hari ini. Mengenangnya begitu pilu, hanya membuatku kian sadar bahwa ia
tak lagi ada disisiku. Hingga akhirnya aku mencoba mengalihkan dengan membuat
diriku sibuk. Aku lantas membuat replika komik wajahnya dengan menggunakan
media kain flannel. Bersyukurlah aku tidak mahir untuk urusan jahit-menjahit dan kebetulan memang tingkat konsentrasiku terlalu tiarap saat ini,
sehingga kegagalanku yang berkali-kali dalam membuatnya, bisa membuatku kian
sibuk. Lucunya, kali ini tertusuk jarum menjadi tak terasa sakit. Mau itu
berkali-kali atau bahkan keluar darah sekalipun. Sepertinya patah hatiku
menjadikanku kebal sakit fisik. Ah…tapi,
hatiku masih terasa sakit. Tuhan, sungguh aku tak ingin kehilangannya….
Mungkin orang yang
melihatku seperti ini akan berpikir aku berlebihan, atau apalah, yang bahkan
aku tak peduli orang bilang apa, tapi, semua ini terasa begitu nyata, senyata
genggaman tangannya kala itu yang kupikir itu mimpi.
Oh, Tuhan…aku harus
apa???? Aku merasa begitu sendiri. Aku berharap aku bisa bercerita,
mengeluarkan semuanya, tapi pada siapa Tuhan?? Tetaplah bersamaku, Tuhan. Kuatkan
aku.
---------------------------------------------------------
Dear Bintang Jatuh Wherever You Are:
For all those sweet things that we've been through, for every smile that has made when we was together, for my lips that never lies, for my fidelity, for my heart that always love you truly, I wish your heart not blind enough to see that my love for you is so pure. I love you, Bintang Jatuh....
No comments:
Post a Comment