ABOUT

ABOUT

Thursday, November 18, 2010

KLR - ch,6 (Langit, part.4)

Kertas Lecek Rara - Chapter VI (final part)
‘Langit’


“Rara…”, wanita itu menyodorkan tangannya.
            “Langit!”, jawab singkat pria itu menyambut jabat tangan Rara.
            “Lang…ngit?”, Rara memastikan.
            “Iya…Langit! Kenapa? Bingung yah! Hahaha…”.
            “Nama loe unik! Tapi, kenapa loe dikasih nama Langit??”
            Pria itu kembali tersenyum. “Umn…kenapa yah?? Mungkin karena…”
            “Karena loe langit! Mengusir mendung, membuatnya menjadi teduh, lalu mencerahkannya kembali..”, ucap Rara pelan tanpa sadar.
            Pria itu menoleh. “Sorry, tadi loe bilang apa?”.
            Yaa..Allah! Subhanallah!! Sungguh indah mahakarya-Mu ini! Seolah kau bubuhkan kata sempurna saat menciptanya. Matanya yang tajam…  seperti panah yang siap menerjang tiap kali sorot mata itu tertuju padaku. Rasanya seperti ingin mencengkram penglihatanku, memaksaku untuk tidak memandang apapun, hanya dia. Namun saat pandangku benar-benar dalam cengkramannya, aku hanya melihat teduh. Teduh yang mampu hanyutkan aku dalam tenang, hingga berkedip pun aku enggan, Rara terlalu hanyut dalam lamunannya. Ia masih memperhatikan pria itu dalam takjub. Ia tahu pria itu berbicara padanya. Berulang kali ia lihat bibir pria itu naik-turun. Tapi tak sepatah katapun bersemayam ditelinganya. Gelombang suara yang berlarian menuju dengar, sudah terlebih dahulu pecah sebelum sampai ke telinga. Bertabrakan dengan benteng lamunan. Hingga telingapun mendadak jadi tuli karenanya. Subhanallah…bibirnyaaaa! Seperti agar jelly segar! Terlihat kenyal dan basah! Gerak bibirnya tiap kali bicara seolah memiliki ritme, terlihat seperti tontonan adegan slowmotion dimataku! Arrgghhh…rasanya ingin sekali kugigit!!
            “Mungkin karena nyokap gue addict sama kebudayaan Mesir, sampai nama gue juga disesuain sama ramalan Mesir. 9 Februari! SHU! Dewa Langit!”. “Yah, bukannya dengerin, malah ngelamun!”, “Hallloooo….Ra..!!! Raraaaaa…!!!”, pria itu mengibas-ngibaskan tangannya, mencoba membangunkan Rara dari lamunan. Tapi bukannya segera tersadar, Rara malah menangkap kibasan itu, dan….’Hap’, dalam hitungan detik, ia daratkan bibirnya tepat diantara celah bibir pria itu.
            “Astagfirullah..”, ucap Rara reflek memegangi bibirnya. Keduanya saling memalingkan muka. Salah tingkah. “Udah siang banget nih! Balik yuk!”, Rara mencoba mengalihkan peristiwa tadi, wajahnya masih tersipu malu.
            “Oh…okay! Yuk! Gue juga kebetulan ada janji sama orang nanti sore!”, pria itu mencoba terlihat datar untuk menutupi sikap salah tingkahnya.
                             
***

“Mau mampir dulu, Lang?”.
“Enggak deh! Kapan-kapan aja! Masih ada janji soalnya! Hehe…”
“Makasih yah buat hari ini! Makasih juga udah mau nganterin gue pulang sampai rumah!”
“Iyah..sama-sama! Take care yah! Gue cabut dulu!”
‘Wusssshhh….’.
     
     
      “Yang tadi siapa?”, tiba-tiba saja Satya sudah ada didepan rumah Rara.
            “Bukan urusan kamu!”, jawab Rara ketus sambil berjalan melewati Satya.
            “Jelas itu urusan aku! Aku masih pacar kamu! Lupa?”
            “Pacar? M-a-s-a  p-e-r-c-o-b-a-a-n! Aku emang ngasih kesempatan, tapi bukan berarti aku nge-iyain mau jadi pacar kamu lagi! Lupa?”
            “Tapi, beberapa hari ini aku udah nunjukin kesungguhan aku sama kamu! Nyoba untuk jadi pacar yang baik buat kamu! Lagi! Apa itu masih belum cukup?”
            “Pacar yang baik? Setelah kamu ngulang kesalahan yang sama! Itu yang kamu bilang cukup!! HAH!!”, Rara terlihat begitu emosi dengan matanya yang memelototi Satya. Ia kemudian kembali melanjutkan langkahnya. Satya menarik tangannya, menahannya pergi.
            “Tunggu dulu, kita masih harus ngomong!”
            “Udah nggak ada yang harus diomongin lagi!”
            “Masih! Kita masih harus ngomong! Aku pengen kita balikan lagi kayak dulu! Aku masih pengen jadi pacar kamu!”
            “Kamu bilang pacar?? Maksud kamu pacar kamuflase? Supaya kamu terlihat normal? Sekarang aku tanya sama kamu! Sebenernya yang pacar kamu tuh, aku atau DONNA?? Atau aku cuma status doang?”
            “Okay, aku minta maaf soal kejadian tadi pagi di apartemen aku! Please maafin aku..”
            “Maaf!!! Gampang banget kamu bilang maaf setelah apa yang udah kamu lakuin ke aku! Kamu selingkuh! Sama sahabat aku sendiri! Orang yang paling aku percaya! Kamu selingkuh Satya! Selingkuh!! Aku bahkan nggak tau ini udah yang keberapa kalinya! Yang lebih buruk, kamu bahkan tau banget dia itu bukan cewek! Dan sekarang dengan mudahnya kamu pengen aku maafin kamu!!”
            “Aku nggak tau kalau kamu mau ke apartemen aku! Biasanya tiap kali kamu mau mampir kamu selalu hubungin aku lebih dulu!”
            “Oh, jadi kalau kamu tau hari ini aku mau ke apartemen kamu, kamu masih akan nutup-nutupin perselingkuhan kamu itu??? Kamu mau bohongin aku sampai kapan!!! Mungkin kalau aku nggak ke apartemen kamu tadi pagi, sampai kapanpun aku nggak akan pernah tau kalau kamu tuh ternyata …GAY! Aku tulus sama kamu, tapi apa yang kamu lakuin dibelakang aku! Kamu selingkuh! Kamu bohongin aku! Kamu sadar nggak sih seberapa besar kesalahan kamu!!!”. “Oh…sekarang aku baru ngerti! Pantes aja yah, waktu itu kamu ngebentak aku! Kamu takut kan aku baca inbox di handphone kamu! Kamu takut aku tau kalau selama ini kamu punya hubungan gelap sama selingkuhan gay kamu itu! Ya kan!”
            “Aku minta maaf…sungguh! Okay, jujur, AKU emang GAY! Tapi, setelah aku kenal kamu, aku pengen berubah! Aku pengen normal! Sama kayak cowok-cowok lain! Kamu yang bikin aku akhirnya bisa jatuh cinta sama seorang cewek! Cuma kamu!”.
            “Tapi, Donna??”
            “Kamu masih inget kan, waktu aku minta putus karena ada pihak ketiga?? Aku di ancam sama Donna! Dia bilang, kalau aku nggak mutusin kamu, dia akan ngebongkar identitas gay aku ke kamu dan ke publik! Aku baru ngerintis jadi aktor! Kamu tau kan, itu cita-cita aku! Obsesi aku! Dan aku nggak kebayang kalau semua itu hancur!”
            “Jadi ini semua tentang karir aktor kamu!! Yaa…Tuhan!!”
            “Ya sebagian. Hmn, bukan, maksud aku…ya..karena kamu! Aku nggak mau kehilangan kamu!”
            “Kamu bahkan ragu! Satya…kejadian di apartemen tadi tuh udah ngejelasin semuanya! Aku lihat kamu ciuman sama Donna dengan mata kepala aku sendiri!! Itu udah lebih dari cukup!”
            “Tapi aku nggak mau kita putus!! Bukannya ada pepatah yang bilang selalu ada kesempatan kedua?? Kamu mau kan ngasih aku kesempatan lagi???”
            Rara menarik napas dalam-dalam, menguatkan hatinya. Tidak seperti biasanya, kali ini ia sudah yakin akan keputusannya. Ia mengatur napasnya, kali ini ia mencoba untuk setenang mungkin. “Kalau kamu bisa inget akan pepatah itu, selalu ada kesempatan kedua, harusnya kamu juga nggak lupa kalau ada pepatah lain yang juga bilang, kesempatan hanya datang satu kali!”. Rara kembali menarik napas panjang, kemudian melanjutkan ucapannya, “Well…there will always be a second chance, and I gave you even more. Darlin’, if you do it right, once is enough after all. But hey, look! What you’ve done?? You just throw it all, away! And I’m no longer here to stay!”, “Maaf..aku nggak bisa!”
But I love you! I do! And I still! Aku janji, aku nggak akan ngecewain kamu lagi! Aku janji aku akan bahagiain kamu!
“You said you love me! You said you want me to be happy! But, Darlin’, you forget one thing! Love won’t give someone so many tears. And it’s all I feel…”, So release me..”, ucapnya sambil perlahan melepaskan tangannya dari genggaman Satya, “Ikhlasin aku, Satya…”.
     

Entah kenapa setelah pengakuannya sebagai gay dan perselingkuhannya dengan sahabatku itu terbongkar, mendadak aku jadi hilang rasa. Mungkin aku terlalu terluka atas perselingkuhan itu , mungkin juga aku masih belum bisa menerima identitas Satya sebagai seorang gay. Lagipula  pondasi yang dibangun dengan perselingkuhan dan kebohongan lama-lama akan runtuh juga. Hari ini aku hanya melihat puing-puing. Hubunganku dengan Satya, berakhir.

*******

No comments:

Post a Comment