ABOUT

ABOUT

Thursday, November 18, 2010

KLR - ch,6 (Langit, part.3)

Kertas Lecek Rara - Chapter VI (part three)
‘Langit’


 “Gue sayang sama dia! Sayang!”. “Gue cinta sama dia! Gue selalu setia sama dia, gue percaya dia! Gue selalu coba buat ngertiin dia, gue maafin dia setiap kali dia bikin salah, gue ngasih dia kesempatan untuk balikan lagi setelah dia mutusin gue demi orang lain! Dia selingkuh dibelakang gue, gue terima, gue maafin! Tapi kenapa??? Kenapa setelah gue ngasih dia kesempatan, maafin dia, mau nerima dia lagi, kenapa lagi-lagi dia ngekhianatin cinta gue ke dia?? Kenapa lagi-lagi dia selingkuh?? Gue benci!!! Benci banget sama dia!!!”
             Reflek pria itu tersenyum. Ia melihat secercah harap. “Terimakasih Tuhan, Engkau masih memberiku kesempatan! Tapi, gue jadi ngerasa jahat sendiri, seneng diatas penderitaan orang. Salah nggak yah??”, kata pria itu dalam hati. “Bukannya loe sayang banget yah sama cowok loe?? Kalau loe bisa maafin perselingkuhan dia yang sebelum-sebelumnya, berarti loe masih bisa maafin yang sekarang bukannya? Apa bedanya sama yang sebelumnya? Toh namanya sama-sama selingkuh!”, pria itu mencoba memberi respon netral. “Please…jangan dimaafin! Jangan dimaafin!! Please bilang enggak!!”, mohon pria itu dalam hati.
            “Hmn…iya sih, ucapan loe bener juga! Gue masih bisa maafin dia.”, Rara tiba-tiba berhenti menangis, melepaskan pelukannya, kemudian memandang pria dihadapannya itu. “Ucapan loe seratus persen bener!!! Gue bakalan maafin dia, ngelupain kesalahannya, dan gue bakalan balikan lagi sama dia!”
            “Yah…kok dia malah bilang kayak gitu sih! Kan tadi gue cuma nyoba netral doang, bukan ngehasut dia supaya maafin cowok brengsek kayak gitu!! Kali ini gue beneran tamat! Gue bener-bener pupus!! Bego…bego!!!”, pria itu menyesali kebodohannya dalam hati.
            “Tadi gue bela-belain bangun pagi-pagi buta, masakin makanan kesukaannya. Gue pengen ngasih dia surprise, ngebangunin dia sambil bawain dia sarapan pagi. Dan loe tau apa!! Justru yang lebih surprise itu gue! Bukan dia!!!”, matanya kembali basah.
            “Loe tau apa hal pertama yang gue liat waktu gue buka pintu kamarnya?? Gue ngeliat cowok gue sama selingkuhannya!! Well…gue nggak tau pasti itu beneran selingkuhannya atau bukan, tapi gue ngeliat dengan mata kepala gue sendiri, mereka tiduran diranjang cowok gue! Naked!! Telanjang! Dan loe tau siapa selingkuhannya!!! Sahabat gue sendiri!! Sahabat terbaik gue yang paling gue percaya!!”. 
“Gue ngeliat dia tidur diatas tubuh cowok gue, tanpa pakaian! Dan loe tau apa yang mereka lakuin?? Mereka ciuman! French kiss!! Dan gue nggak yakin kalau perselingkuhan mereka itu cuma sebatas kontak bibir! Yang nggak gue habis pikir, kenapa harus sama sahabat gue!! Sahabat terbaik gue!! Dan sekarang setelah dua orang yang gue percayain banget itu nusuk gue dari belakang, menurut loe gue masih bisa maafin mereka?? Nerima cowok gue lagi??? Hah??”
“Okay, gue mungkin akan maafin cowok gue! Gue nggak peduli dia mau selingkuh sama siapapun! Atau sahabat gue manapun! Gue mungkin akan berpikir untuk maafin dia. Tapi, please jangan sama sahabat gue yang satu itu! Gue bener-bener nggak bisa nerima kenyataan kalau cowok gue selingkuh sama sahabat terbaik gue yang satu itu! Kenapa harus sama Dia!!! Yaa Allah…!!!”, ucapnya menggebu.
            “Iya gue ngerti. Tapi, please jangan nangis lagi! Cowok kayak gitu nggak pantes buat ditangisin! Air mata loe tuh terlalu berharga buat dia. Lagipula kan elo yang bilang sendiri, loe nggak peduli dia mau selingkuh sama siapapun atau sahabat loe manapun, terus apa bedanya sama sahabat loe yang satu itu? Bukannya intinya sama aja, sahabat!”.
            “Loe ng…gak nger..ti!! Loe ng…gak nger..ti!!!”, air matanya yang kian deras, membuatnya kesulitan mengatur napas. Amarah, kesedihan, rasa sakit hati, semuanya jadi satu, menjejali unjung napas. Sesaknya terasa hingga hulu hati. Tekanan emosi membuatnya seolah tercekik, hingga mengeluarkan kata pun harus terbata-bata.
            “Bagian mana yang nggak gue ngerti?”
            “Loe ng..gak ngeer..ti!! Dia selingkuh..sama saha..bat gue!! Donna..!! Donnaa..!! Well, gue tau Donna emang cantik, postur tubuhnya juga udah kayak super model! Tapi, kenapa harus Donna!!”
            “Emang kenapa dengan Donna??”
            “Dia ngelakuin banyak operasi plastik! Wajah, hidung, bokong dan....dada! D-A-D-A!!!”
            “Terus dimana letak anehnya?? Wajar kan kalau cewek pengen kelihatan cantik??”
            “Loe nggak ngerti!! Bener-bener nggak ngerti!! Bukan itu yang bikin gue nggak rela!! Bukan itu!! Dia…”, Rara merasa sedikit berat mengungkap satu fakta terpenting tentang sahabatnya yang satu itu. Ia memerlukan sedikit jeda hingga akhirnya ia siap untuk kembali buka mulut, “Dia… sahabat gue itu….bahkan bukan cewek!! He’s a gay!! G-A-Y!! Sebulan yang lalu dia operasi transgender jadi cewek! Tapi tetep aja, itu nggak akan ngerubah kenyataan kalau Donna itu sebenernya cowok!!! Dan hari ini gue mergokin cowok gue ciuman sama ‘SAHABAT GAY’ gue!! Loe nggak pernah tau perasaan gue sekarang kayak apa!!”
            “Disatu sisi gue masih sayang sama cowok gue, tapi disisi lain gue nggak bisa terima kalau selama ini gue pacaran sama seorang gay! Dan mungkin hubungan gue selama ini cuma buat dijadiin kedok dia aja, supaya dia di cap sebagai cowok normal! Gue ngerasa jijik sama diri gue sendiri! Gue ngerasa jadi orang paling boooodoh sedunia! Perasaan dia ke gue ternyata nggak lebih dari kamuflase doank! Sakiiitt…!!! Sakiiiit banget rasanya!!!”.

     
      Pria itu dibuat bungkam seketika dengan fakta tersebut. Ia benar-benar sudah tidak tahu lagi harus berkomentar apa. Kali ini hanya satu hal yang terlintas dipikirannya. Ia tidak ingin melihat wanita yang baru saja mencuri hatinya itu terus bersedih. Dalam satu gerakan, ia menarik tubuh wanita rapuh itu ke dalam peluknya, kali ini tanpa diminta. Ia tempelkan wajah wanita itu didadanya seraya membelai halus kepala wanita itu. Perlahan ia dekatkan bibirnya, membisikan sebait lagu ke telinga wanita itu, “Apalagi yang kau tangisi, jika yang dihati tak lagi peduli, sampai kapan kau akan begini, terpuruk perih, ratapi ini”. Ia berhenti bernyanyi kemudian. Pelan-pelan diangkatnya wajah wanita itu agar menghadap wajahnya. Padangan mata merekapun menyatu. Tatapan matanya yang tajam, membuat Rara tak mampu berkutik, terhipnotis, mematung seketika. “Dengerin gue! Love won’t give someone so many tears!! If it does, it isn’t love, but pain! Only  pain will let tears keep fall! Kalau yang loe rasain itu bener-bener cinta, loe harusnya bahagia bukan nangis!”. Kali ini Rara merasa apa yang diucapkan pria itu tadi, benar.
            Pria itu melanjutkan perkataannya, kali ini ia merendahkan suaranya, membuatnya terdengar lebih lembut, tatapan matanya yang tajam itu pun meredup. Ia memandang teduh wanita itu, sambil menyapu sisa air mata yang hampir terjatuh dengan jemarinya. “And you know what, I'll take it all, arrows or guns, hundreds more to save you from one! To save you from one!”, mengangkat dagu wanita itu, menatap matanya dalam-dalam, “Heaven's dead when you get sad”.
            “Ih…itu kan lirik lagunya audioslave!!”, Rara memberi cubitan kecil ke tangan pria itu. Ia tampak salah tingkah, terpana tatapan pria itu.
            “Nah gitu dong! Senyum! Lebih cantik!”.
            “Apaan sih…!!”, wajahnya memerah.


“HAAAHhhh….”, Rara menghela napas.
“Aaaaaaaarrrrggggghhhhhhhh……!!!”, tiba-tiba saja pria itu melemparkan lengkingannya ke angkasa, kemudian melempar tatapnya pada Rara, penuh isyarat. Rara membalas dengan mengangkat kedua alisnya, seolah menanyakan apa arti tatapan pria itu. Tanpa bicara, pria itu justru malah menjawabnya dengan tatapan persuasif melalui lirikan mata, seolah ia mengajak Rara untuk melakukan hal yang sama. Berteriak. “Out loud!”, lanjutnya.
Rara menekukan jari-jarinya, membentuk tangannya menyerupai cerobong, mendekatkannya ke mulut, berteriak, kencang. “Aaaaaaaaaaaaaarrrrrrggghhhhhh!!!!”.
“Buang semua sakit loe lebih kenceng!”.
“GUE BENCIIIIII JATUUUUUHH CINTAAAAAAAAA!!!!”, “GUE NGGAK MAU LAGI JATUH CINTAAAAAAAAA!!!!”, “GUE JANJI GUE NGGAK AKAN JATUH CINTAAA LAGII!!”, “CINTA ITU BULLSHIIIITTT!!!!! SUCK!!!!!!”, “ARRRRRGGGGHHHHHHH!!!!”
Feel better???”.
“Not yet! One more time!!”, ucap Rara sambil mengangkat telunjuknya. Ia bersiap. Kali ini teriakannya jauh lebih keras, membuat urat-urat menonjol dibalik kulit lehernya. Dibukanya mulutnya itu lebar-lebar, “BREEENGSEEKKKK!!!! PACAR GUE SELINGKUUUUUHHH SAMA SAHAAABBBATTT GUEEE SENDIRIII!!!! DAN MEREKAA…TERNYATA HOMOOOOO!!!! PACAR GUE HOMOOOOOOOOO!!!!”
Mereka saling berpandangan, kemudian. “HAhahahahaaa….”, keduanya tertawa.
“Makasih yah, udah bikin perasaan gue jauh lebih baik”.
Pria itu tersenyum. Tampak manis sekali. Senyumannya mengempakan hati Rara, membuat wajahnya sedikit memerah.

(to be continue - read: Ch.VI, part.4)

No comments:

Post a Comment