ABOUT

ABOUT

Thursday, November 18, 2010

KLR - ch.5 (Too Late To Sing Our Old Song Again - part.1)


Kertas Lecek Rara - Chapter V (part one)
‘Too Late To Sing Our Old Song Again’


Malam ini Rara akan pergi menghadiri acara reunian SMP-nya. Ia tampak gusar. Khawatir kalau-kalau rasa sukanya pada Arga sewaktu SMP dulu kembali bersemi.
Ah…akhirnya hari ini dateng juga! Kira-kira diacara reuni nanti Arga dateng nggak yah? Apa perasaan gue ke dia masih sama kayak dulu? Kalau emang perasaan gue masih ada dan gue malah CLBK (cinta lama bersemi kembali) gimana dong?? Kan sekarang ada Satya!! Lagipula nanti gue ke acara itu bareng Satya! Haduuuuuuhhhh…pusiiiing nih gue!! Ah…nggak!! Nggak!! Nggak mungkin gue masih suka sama Arga! Gue kan sayangnya cuma sama Satya! Iyah!! Nggak mungkin….!!
Umn…tapi kalo emang gue bener-bener udah nggak punya perasaan apa-apa sama Arga, kenapa gue sampai mimpiin dia waktu itu? Terus kenapa juga gue segini ribetnya mikirin perasaan gue ke dia yang udah berlalu itu!! Lagian juga gue nggak pernah tau perasaanya ke gue!! Kayak dia juga suka ajah sama gue!! Huh…!!
Agghhhhh….semakin dipikirin, bisa makin puyeng kepala gue!!!! Tau ah!!
Rara masih menunggu Satya menjemputnya.


“Tok…tok…tok….tok….”.
“Ah, itu pasti Satya!”. Rara membuka pintu depan dan hal pertama yang ia lihat saat membuka pintu adalah sebuket bunga mawar putih besar yang terbungkus begitu cantik. Satya sengaja menutupi wajahnya dengan buket mawar putih itu. Kemudian menyerahkan buket cantik itu pada Rara dengan berdiri setengah lutut.
“Untuk bidadari tercantik malam ini”, ucapnya sambil meraih tangan Rara, kemudian mengecupnya.
Rara meraih buket bunga pemberian Satya itu. Wajahnya dibuat tersipu. Setidaknya kali ini akhirnya ia bisa mendengar Satya memujinya cantik. “Makasih yah”. Ia tampak senang menerima pemberian Satya itu.
“Sudah siap berangkat, Tuan Putri?”, Satya membungkuk, satu tangannya dilipat kebelakang dan yang satunya lagi dibiarkan terulur ke arah wanita cantik yang sedang berdiri dihadapannya.
Rara kembali tersenyum. Ia sambut tangan pria itu. Kemudian mereka berjalan menuju mobil sambil bergandengan tangan. Rara benar-benar bahagia sekali malam ini. Terlalu bahagia, hingga sejenak tersingkir masalah hatinya dengan Arga yang sejak kemarin membuatnya pusing. Ia bahagia, meskipun hatinya masih terluka dengan fakta perselingkuhan Satya tempo lalu yang berujung berakhirnya hubungan mereka, tapi toh itu sudah berlalu.
Rara hanya ingin menikmati semua keindahan ini, tak ingin merusak suasana hatinya yang dari tadi dibuat berbunga-bunga dengan perlakuan Satya. Seolah sosok pria yang disayanginya yang sempat hilang itu kini, telah ia temukan kembali.
“Makasih yah udah mau nemenim aku ke reunian”, kata Rara saat Satya membantunya memasangkan sit belt. Rara masih memegangi buket mawar pemberian Satya. Menciuminya sesekali, sambil memainkan kelopak bunganya.
“Iya cantiiik….”, balas Satya mengusap pipi Rara.


Jalanan tidak terlalu padat, hanya saja hujan belum berhenti mengguyur malam sejak lima belas menit yang lalu. Dengan jalanan yang lenggang seperti ini, bisa dipastikan kurang dari dua puluh menit lagi mereka akan sampai ke tempat reuni.
Handphone kamu bunyi tuh! Kok nggak diangkat?”
“Ah, itu paling cuma sms ajah!”
“Oh…!! Terus kok nggak langsung kamu baca? Takutnya penting!”
“Kan aku lagi nyetir, nanti ajahlah, bentar lagi juga mau sampai kan! Hehe…”
“Aku bacain yah!”
“NGGAKK!! NGGAKK USAH! Kan aku bilang nanti, yah nanti..”, nada bicara Satya tiba-tiba menjadi tinggi.
“Maaf..”, Rara langsung memalingkan wajahnya. Ia merasa Satya tadi membentaknya. Lagipula tak seharusnya pula Satya membentaknya seperti itu, toh dulu Rara juga sering membantunya membacakan sms-sms di inbox Satya.
Satya yang sadar telah membentaknya tadi, segera menginjak rem perlahan, membuat mobil yang mereka kendarai berhenti mendadak. Ia sadar cara berbicaranya tadi telah menyakiti hati Rara dan tidak seharusnya pula ia membentak Rara seperti tadi. Ia membalikkan tubuhnya, meminta maaf pada Rara karena sempat membentak. “Maafin, aku yah…Tadi aku nggak maksud bentak kamu! Aku janji, ini kali terakhirnya aku bentak kamu kayak tadi! Kamu mau maafin aku kan?”.
Rara hanya mengangguk.
“Makasih yah. Aku Sayang kamuuuuu….”. “Senyum dong! Biar cantiknya nggak ilang…!! Nanti kalo nggak mau senyum, aku nggak mau nyetir lagi ah, biarin aja kita disini terus sampai besok!”, canda Satya.
Rara akhirnya memberikan senyumnya, walaupun sedikit terpaksa. Setidaknya Satya sudah menyadari dan mengakui kesalahannya.
      “Nah, gitu dong!!! Kan tambah cantik jadinya…!!Hehe…”, ucap Satya sambil mencubit gemas kedua pipi Rara.
“Sakit tau!!!Huhuhuuuu….”.
“Tau! Kalau dicubit itu enak, mending aku cubit pipi aku aja sendiri, gimana sih kamu! Hehe…”.
“Iiiih….itu kan kata-kata aku yang tempo lalu! N-g-g-a-k   k-r-e-a-t-i-f!”
“Hahaaaa…, ih…jadi makin gemes ajah sama kamuuuuu, cantik!”

***

‘Waaww’ adalah kata pertama yang terlintas dalam benak Rara begitu sampai dilokasi reuni. Sebagai seorang yang menjunjung tinggi estetika, ia dibuat kagum dengan dekorasi outdoor yang seolah mampu membangunkan kembali ingatannya akan masa SMP-nya dulu. Panitia penyelenggaranya memang sengaja memilih sekolah mereka sebagai lokasi pertemuan. Dan menurut Rara itu adalah pilihan yang tepat jika memang panitianya benar-benar ingin mengangkat tema ‘reminiscing’, tapi yang membuat Rara kagum adalah ia tidak menyangka bahwa sekolah yang dulunya membosankan dan tidak ada indah-indahnya sedikitpun itu bisa disulap menjadi tempat yang begitu manis dalam waktu semalam.
Saat sampai di pintu gerbang tamu undangan akan disambut oleh empat orang remaja pria-wanita dalam balutan seragam SMP. Mereka bertugas untuk meminjamkan spidol permanen kepada para tamu undangan untuk membubuhkan tanda tangan dan sedikit pesan singkat sebagai tanda kehadiran. Panitia sengaja menyediakan dua buah seragam kemeja putih ukuran super duper giant untuk digunakan sebagai media tulis. Ukurannya sengaja dibuat seukuran raksasa agar bisa menampung semua tulisan tamu.
Setelah meninggalkan pesan singkat pada replika seragam sekolah raksasa, para tamu akan dihadapkan pada sebuah tirai hitam setinggi lebih dari dua meter sebagai pengganti gerbang. Saat tirai dibuka, mata mereka akan dipaksa bersahabat dengan warna hitam dan putih, karena memang di ruangan non permanen itu hanya ada dua warna itu saja. Dinding yang dilapisi kain putih, vas-vas bunga berwarna putih yang menghiasi beberapa sisi ruangan dengan campuran bunga mawar, anggrek, herbras, lily dan yang terakhir tidak ketinggalan, bunga krisan, jenis bunga yang paling sering digunakan diberbagai acara, semuanya juga berwarna putih, bahkan mereka sengaja menggunduli daun-daunnya untuk menyingkirkan warna hijau pada bunga-bunga itu.
Dibagian dinding puluhan figura hitam memasang aksi mereka dibawah naungan cahaya. Masa-masa SMP angkatan Rara kembali mempertontonkan wajahnya dalam bingkai hitam itu. Foto-foto lama zaman SMP dulu yang sengaja panitia kumpulkan mati-matian untuk membangunkan kembali ingatan mereka akan masa-masa itu. Galeri dadakan itu pun dipenuhi ricuh tawa para tamu. Mereka sibuk mengulang cerita dibalik dokumentasi hitam-putih masing-masing, dimana ada mereka didalamnya.


“Sayang…sini deh! Itu kamu kan? Aku suka banget foto kamu yang ini! Keliatan bahagia banget!”, ucap Satya saat tanpa sengaja menemukan salah satu foto Rara.
Eh, iyah! Kok ada foto gue yang ini yah? Kapan difotonya? Kok gue nggak pernah tau yah??, reaksi Rara yang ia gambarkan dengan mimik wajahnya begitu melihat fotonya sendiri. Ia mencoba menggali ingatannya sambil terus memperhatikan foto itu.
“Sayang, sebentar yah! Aku tinggal dulu, mau terima telepon. Berisik banget soalnya disini. Sebentar kok! Nggak apa-apa kan?”.
“Emm…”, gumam Rara mengiyakan. Ia masih fokus dengan foto didepannya.
“Ya udah, aku keluar dulu yah! Nanti aku balik lagi!”.
“Emmm…”, lagi-lagi gumamnya singkat.


Eh, i..tu…kayaknya gue kenal deh! Siapa yah? Lagian wajahnya nyamping gitu! Kecil pula gambarnya,  jadi makin nggak gitu jelas! Tapi siapa yah?, tiba-tiba Rara melihat sesosok pria jangkung yang sedang membungkuk dibelakangnya pada foto itu. Pria itu tampak memasukan sebuah kotak cd ke dalam salah satu tas yang kebetulan tertumpuk dengan tas lainnya tak jauh dari tempat Rara berdiri.
“Udahan teleponnya?”, tanya Rara saat pundaknya disentuh.
“Telepon? Hahaha…Serius banget sih ngeliatin fotonya! Jadi ngelantur deh!”
“Ar…ga?”, Rara dibuat kaget setengah mati begitu tahu pria yang menyapanya itu bukan Satya, melainkan Arga.
“Nggak usah kaget gitu juga kali! Udah kayak ngeliat hantu aja loe!”, “Pa kabar?”


Yaa Allah!! Arga, Yaa Allah!! Arga!! Dia ada dihadapanku saat ini!, hati Rara bergejolak. 


 (to be continue - read: Ch.V,part,2)

No comments:

Post a Comment