ABOUT

ABOUT

Thursday, November 18, 2010

KLR - ch.4 (Kesempatan kedua, part.5)

Kertas lecek Rara - Chapter IV (final part)

‘Kesempatan Kedua’

 
“Massssssssssss….Uyaaabbb!!!”, Rara langsung menarik tangannya yang nyaris disuntik itu. Bukan karena ia reflek, tapi ia memang sengaja melakukan hal itu. Ia gunakan tangannya itu untuk melambaikan tangan ke arah Mas Bayu yang kebetulan baru saja masuk.
Untuk beberapa saat ia selamat, tapi semua ini belum berakhir. Nasibnya masih diujung tanduk dan ia benar-benar memerlukan keberuntungan yang lebih untuk benar-benar resmi dinyatakan selamat.
“Lho!! Itu adek saya mau di apain lagi, Sus!!”.
“Mau dipasang infuse.”
“Lho, kan adek saya udah boleh pulang hari ini, ngapain diinfus lagi?”.
“Aduh…kamu disini yah rupanya! Saya cari-cari dari tadi! Itu pasien yang dikamar Anggrek Merpati udah nungguin dari tadi buat diinfuse!”, ujar Suster Riza setengah teriak yang kebetulan melintasi kamar Rara.
“Lho, bukannya yang mau diinfus itu, pasien kamar Anggrek Bulan, Sus!!”, sanggah perawat yang tadi mau menyuntik Rara itu pada Suster Riza.


Whaaaaaaaaaaaaaaaaatttt!!! Apaan lagi nih!! Jangan bilang nih suster salah kamar!!! Sumpah!! Nggak banget kalo sampai kayak gitu!! Nggak lucu banget becandaannya!! Udah bikin gue senam jantung juga!! Wah, suratan nggak bener nih!!, Rara mulai tampak geram.
“Kamu tuh kebiasaan yah! Makannya baca baik-baik dong! Di arsip yang kamu bawa itu kan ada nama pasien sama kamarnya! Nih!! Disini jelas-jelas ketulis, nama pasien Widodo Djatmoko, kamar Anggrek Merpati, bukan Anggrek Bulan!! Kalo pasien yang ini udah boleh pulang hari ini!! Duh yang teliti dong!! Salah-salah bisa fatal nanti!! Gimana sih, kamu!! Ya udah, buruan ke kamar Anggrek Merpati!!”, perawat itu hanya menunduk saat dimarahi Suster Riza. Rara tampak puas melihat perawat itu dibuat mati kutu. “Maaf yah! Maklum suster magang!!”,
Maklum?? Ha-Ha-Ha….., Rara menahan kekesalannya itu dalam hati. Tersenyum masam menanggapi ucapan Suster Riza.


“Loe mau mandi dulu nggak?? Apa mau langsung pulang ajah?”, tanya Mas Bayu.
“Emang semuanya udah beres?”.
“Udah, tinggal pulang ajah! Barang-barang juga udah gue masukin ke mobil semuanya, jadi kita tinggal pulang ajah!”.
Rara yang sudah tidak betah dan ingin segera pulang, terlebih lagi saat mengingat insiden salah kamar tadi, rasanya ingin segera menghilang saja dari tempat itu. Ia kemudian langsung lompat dari tempat tidur tanpa berpikir dua kali. Tersenyum lebar. Sangaaaaaaaaaaattt lebaaarrr. Seolah itu adalah senyum kemenangan atas segala ketegangan yang ia alami pagi ini.


“Yuk, kita pulang! Hehe…”.

***

Ah…akhirnya!!! Home sweeeeet home!!! Hahahaa…, Rara merentangkan kedua tangannya, menghirup udara sambil menutup matanya, bergitu langkahnya sampai di depan pintu rumah.
“Hai…!!”, sapa orang yang ternyata sudah dari tadi menunggunya.
“Satya??”, Rara tampak benar-benar terkejut mengetahui siapa yang kini ada dihadapannya. Ia mendadak bingung harus bagaimana menyikapinya. Semua kenangan pahit saat Satya memutuskan hubungan mereka malam itu masih jelas teringat dalam benaknya dan rasa sakit itu bahkan masih belum hilang. Ia tidak tahu apakah ia harus kesal karena mengingat kejadian itu atau dia harusnya merasa senang karena memang dalam hatinya masih terukir nama Satya. Jauh didalam hatinya, ia masih menyayangi pria yang sudah mencampakannya itu. Mungkin rasa sayangnya sudah tak sedalam dulu, saat Satya belum memutuskannya, tapi setidaknya untuk saat ini rasa sayang itu masih dirasakannya.
Rara mencoba untuk terlihat tenang. Sejenak mengalihkan rasa sakitnya itu. “Kamu ngapain kesini?”.
“Hmn…aku denger kamu sakit! Jadi aku kesini!”.
“Eh, ada Satya! Gue tinggal dulu yah!! Mau naro barang-barangnya Rara nih!! Hehe…”, sela Mas Bayu.
“Oh…iya, Bro!”.


Rara masih berdiri didepan pintu.
“Sini!! Duduk…!!”, ucap Satya sambil menepuk-nepuk sofa yang ia duduki.
Rara pun duduk. Tapi bukan disamping Satya. Ia memilih untuk duduk berjauhan. Ia tidak mau perasaannya kembali luluh dan rasa sayangnya terhadap Satya kembali mendalam. Ia sadar benar sekarang keadaannya sudah jauh berbeda, Satya sudah bukan lagi miliknya, mungkin saat ini Satya sudah resmi berpacaran dengan wanita selingkuhannya itu. Jadi, ia tidak mau berharap. Terkadang berharap itu terlalu sakit.
“Maafin aku yah!! Tentang kejadian waktu itu!! Aku minta maaf banget!!”, Satya membuka pembicaraan.
“Kejadian waktu itu??”, Rara pura-pura lupa.
“Iya, waktu aku mutusin kamu!! Aku ngerasa bersalah banget! Nggak seharusnya aku nyakitin kamu kayak gitu!!”, Satya mulai memelas. Ia terlihat benar-benar merasa bersalah.
“Ya, udahlah, Sat!! Toh semuanya udah berlalu! Aku cuma bisa doain kamu bahagia aja sama dia!!”, Rara mencoba menanggapinya setenang mungkin, meski hatinya seakan kian teriris.
“Aku nggak jadi, jadian sama dia!! Aku baru sadar, kalo ternyata yang selama ini aku cintai itu bukan dia, tapi kamu!! Aku baru sadar sama perasaan aku setelah aku kehilangan kamu! Setelah kejadian itu, aku bener-bener kepikiran sama kamu terus!! Aku pengen nemuin kamu dan bilang kalau aku nyesel, tapi setelah apa yang udah aku lakuin ke kamu, aku harus ngumpulin keberanian aku dulu untuk nemuin kamu! Untuk minta maaf sama kamu!”, jelas Satya sambil perlahan memegang tangan Rara.
“Aku nggak tau lagi, Sat, perasaan aku ke kamu gimana sekarang!”, jawab Rara menarik perlahan tanggannya dari genggaman Satya.


Tanpa disangka-sangka, Satya kemudian berlutut dihadapan Rara. Meraih tangan Rara, lagi. Menggenggamnya dengan kedua tanggannya. Wajahnya kali ini terlihat benar-benar memelas. Matanya sedikit berkaca-kaca, hampir seperti ingin menangis, hanya saja mungkin Satya menahannya. Tahu kan, untuk beberapa pria, menangis itu tabu. Ia tampak benar-benar merasa bersalah. Melihat hal itu, hati Rara menjadi sedikit tergetar. Bagaimanapun juga Satya pernah menjadi orang yang berarti untuknya, orang yang ia sayangi.
“Kamu mau kan, balikan lagi sama aku? Aku mohon….”, ucap Satya tiba-tiba. Sungguh diluar dugaan. Satya meminta Rara kembali padanya. Rara benar-benar tidak menyangka bahwa Satya menjilat ludahnya sendiri.
Rara bingung harus jawab apa.
“Pleasseeee…aku mohon!! Kamu mau jadi pacar aku lagi!! Aku sayang banget sama kamu…!! Aku nggak mau lagi kehilangan kamu!! Aku rela lakuin apapun buat ngebayar semua yang udah aku lakuin ke kamu!! Aku janji, aku nggak bakalan lagi nyakitin kamu!! Aku janji…!!”, Lagi-lagi Satya mencoba meyakinkan Rara.
Rara masih diam.


Hal selanjutnya yang membuat Rara kian terkejut adalah saat Satya secara tiba-tiba bersujud dikakinya sambil menunduk. Hal yang sangat pantang baginya. Setahu Rara, Satya adalah tipe pria yang menjunjung tinggi harga dirinya. Seseorang yang bahkan rela mati untuk menjaga gengsi-nya. Dan Rara tidak menyangka, Satya mau bersujud mengemis cinta darinya.
“Jika dengan bersujud bisa bikin kamu balik lagi ke aku, aku rela!! Aku rela bersujud sampai kamu mau maafin aku dan balikan lagi sama aku!! Kamu tau kan, aku paling anti ngelakuin ini, tapi jika hanya itu cara untuk nunjukin kalo aku bener-bener bersungguh-sungguh sama kamu, aku rela! Please….aku mohon kamu mau nerima aku lagi…”, Satya masih bersujud di telapak kaki Rara dengan kepala tertunduk.
Rara berpikir sejenak, terjebak diantara dua garis. Cinta dan Benci. Ia benci mengingat pernyataan pahit itu, tapi dilain sisi ia masih cinta. Entah yang mana dari keduanya yang lebih dominan.


Ia mengambil keputusan. Akhirnya. Entah ini benar atau salah, ia hanya berdoa semoga langkah yang diambilnya ini adalah yang terbaik. Karena ia sendiripun masih belum yakin atas jawabannya itu. Mungkin ia akan menyesalinya kelak, atau mungkin tidak, tapi ia sudah menentukan jawabannya. “Baiklah…aku akan kasih kamu satu kesempatan lagi!”.
Yap!! Rara akhirnya memutuskan untuk memberikan kesempataan kedua kepada pria yang sudah mencampakannya demi wanita lain itu.
“Jadi kamu mau maafin aku?? Kamu masih mau nerima aku lagi jadi pacar kamu?”.
“Aku nggak bilang, aku mau balik lagi ke kamu kan! Aku cuma bilang, aku akan ngasih kamu satu kesempatan lagi. Itupun kalau kamu emang bener-bener mau balikan lagi sama aku!”
“Maksud kamu?”
“Aku kasih kamu waktu seminggu untuk nunjukin kesungguhan kamu sama aku! Setelah itu, aku akan putusin apa kita masih bisa balikan lagi kayak dulu atau enggak! Cukup adil kan?”
“Selama kamu masih mau ngasih kesempatan untuk aku, it’s okay! Aku terima tantangan kamu! Aku akan bikin kamu jatuh cinta lagi sama aku satu minggu ke depan! Hehe…”
“Makasih yah, kamu udah mau ngasih aku kesempatan untuk perbaikin semuanya.”


“Anyway, honey….Euhm…!! Kamu belom mandi berapa hari sih??”.
“Heheheheee…”.

*******


No comments:

Post a Comment