ABOUT

ABOUT

Thursday, November 18, 2010

KLR - ch.3 (Misguided Ghost - part.3)

Kertas Lecek Rara - Chapter III (part three)

3
Misguided Ghost


Entah kenapa, tiba-tiba ia teringat dengan peristiwa selepas ia meninggalkan warung padang tadi. Masih jelas sekali dalam ingatannya, saat beberapa orang kantib mendatangi kakek-kakek yang saat hujan tadi ia perhatikan. Kakek-kakek yang tidur diatas tumpukan karton dengan lalat-lalat yang mengerubunginya. Awalnya Rara pikir para kantib itu hendak membangunkannya, mengusirnya agar tidak tidur disana, tetapi alangkah terkejutnya Rara saat mengetahui ternyata para kantib itu datang bukan untuk mengusir sang kakek karena ia tidur disana, tapi ternyata…’innalillahi, wa inna ilaihi ra’jiun’!! Ternyata kakek itu bukan sekedar tidur sejenak untuk melepas beban hidupnya seperti yang Rara pikirkan sebelumnya, tapi dia memang tidur untuk selamanya. Ia sudah benar-benar terlepas dari beban hidupnya (tinggal beban akheratnya deh).
Ya, Allah..nggak nyangka banget!! Pantes aja banyak laler yang ngerubungin gitu!! Nasib orang emang nggak pernah ada yang tahu!!! Semoga amalmu diterima Allah, Kek!
Anyway, ngomong-ngomong soal nggak nyangka, gue juga sekarang nggak nyangka kalo gue bakalan ‘K-E-S-A-S-A-R!”. ..tiiidDDdddAAAAAAKKKKKKKK..!!!


‘Teeeppp’….Tiba-tiba ia merasa ada sebuah benda lancip mengenai pinggang belakangnya. “Ikutin gue!! Kalo loe masih sayang sama nyawa loe!!”, ada suara berat berbisik tepat disamping telinganya. Dan benar saja. Rara dibuat merinding seketika. Terlebih lagi saat ia menoleh ke arah suara itu. Ternyata orang yang menodongkan pisau ke pinggangnya itu bukan lain dan tidak salah lagi adalah om-om yang tadi memperhatikannya selama diwarung padang. Ternyata firasatnya kali ini terbukti benar. Om-om itu punya niat jahat. Sepertinya pepatah ‘don’t judge a book by it’s cover’ itu sudah terpatahkan sekarang.
Sepertinya om-om itu sudah mengikutinya sejak ia keluar dari warung padang, hanya saja mungkin ia terlalu sibuk menyasarkan dirinya hingga ia tidak sadar bahwa ia telah diikuti.
Sumpah, kali ini gue beneran parnoooooooo abissss!!! Jantung gue sama deg-deg-an-nya kayak waktu rumah gue kemalingan, waktu si maling sempet nempelin parang dikening gue!! Begitu tuh rasanya!!! Udah kayak flashback!!! Arrrggghhh…
God, gue berharap ini mimpi…..!!!!, ia memejamkan mata. Kemudian membuka matanya kembali, Kok nggak ilang-ilang yah!! Duh..ini mimpi kan!! Ini pasti mimpi…nggak nyata!!! Iya ini mimpi!! Gue tinggal merem ajah, nanti pas gue melek pasti gue langsung kebangun dari nih mimpi..!! Hahahaha…
Ia mencobanya lagi. Memejamkan mata. Kemudian membukanya lagi. Tapi mau berapa kalipun ia melakukan itu tidak akan merubah kenyataan bahwa semua ini memang bukan mimpi. Ini nyata.
Kok nggak ilang-ilang yah!!
Arrrrgghh………ternyata ini bukan mimpiiiiiiiiiii…!!!
Wajahnya pucat pasi seketika.


God, rasanya udah kayak mau pingsan aja gue!!! Tapi gue musti kuat!! Kalo gue sampe pingsan, bisa abisssssssssss gue!!!, tanpa sadar ia sudah nangis saja. Wajar sih kalau ia sampai keluar air mata seperti itu. Siapa yang tidak akan paranoid jika berada diposisi seperti itu, itupun masih untung ia tidak buang air kecil dicelana atau yang lebih buruk lagi, pingsan.
Baru saja ia ingin berteriak minta pertolongan, tahu-tahu mulutnya sudah dibekap saja.  “Awas loe kalo berani teriak!! Gue bisa pastiin nih pisau bakalan langsung nembus kulit loe!! Daging loe!! NGERTI NGGAK LOE!!”, bisik om-om itu lagi.
Kali ini Rara sama sekali tidak bisa berkutik. Ia hanya mampu mengangguk. Lagipula setelah dipikir-pikir akan percuma juga jika berteriak, belum tentu ada yang mendengar. Karena memang posisi tempat mereka berdiri sangat sepi, ia bahkan tidak bisa menjumpai satu batang hidungpun disana.
Sumpah!! Gue bener-bener nggak bisa berpikir dingin!!!


Om-om preman itu menggiringnya ke jalan yang lebih sepi lagi. Sesampainya ditempat itu ia memerintahkan Rara untuk menyerahkan barang-barang berharga yang ia miliki, termasuk laptopnya. Rara sudah tidak tahu lagi bentuk wajahnya seperti apa. Pucat, kuyup, ditambah sekarang matanya sudah sembab membengkak karena nangis ketakutan. Ia pikir hal-hal yang seperti ini hanya ada dalam sinetron atau di film-film saja, ternyata ia baru mempercayainya setelah ia mengalaminya langsung, sendiri. Sekarang ia hanya berharap jangan sampai ia masuk televisi dan diberitakan sebagai korban mutilasi.
Preman itu masih memaksanya menyerahkan barang-barang berharga, tapi Rara menolak. Ia malah semakin memeluk tasnya erat-erat. Preman itupun mendekat, membuat Rara menunduk. Tubuhnya gemetar. Entah gemetar karena memang ia sedang demam atau gemetar karena ketakutan, atau malahan karena keduanya.
Preman itu memegang pundak Rara. Meremasnya, sedang tangan yang satunya lagi masih memegang pisau yang diarahkan tepat ke bawah dagunya. Semua orang yang sedang berada dalam situasi seperti itu pasti sudah dibuat kencing dicelana.
Kali ini siapa yang bisa nolongin gue??????!!! Yaa Allah…tolongiiiiin aku…, tangisnya makin menjadi-jadi. Bunyi jantungnya sudah tidak karuan lagi.


Preman itu tiba-tiba mendekatkan wajahnya. Dekat…dekaaaaaaaaatttt….dan semakin dekat tiap detiknya, hingga akhirnya saat hidung preman itu hampir bertabrakan dengan hidungnya, reflek ia langsung berteriak, ”pleassseee…..jangaaaaaaaaaaannnnn…jangan perko..saa... jangan perkosa sayaaaaaaaaaa!!!”. Ia sudah tidak tahu lagi apa jadinya bila hal itu sampai terjadi, mungkin ia akan lebih memilih untuk mati saat itu juga.
Napasnya terputus-putus seiring dengan detak jantungnya yang kian berlari kencang. Rasanya sudah ingin keluar saja jantungnya itu kalau bisa. Ia semakin menunduk. Memejamkan matanya rapat-rapat. Ia benar-benar tidak berani menatap wajah preman itu. Ia masih menangis. Terisak-isak.


Sesaat setelah kata-kata itu dilontarkan, ia malah dibuat lebih syock lagi oleh preman itu. Preman itu menjambak rambutnya cukup keras hingga ia berteriak kesakitan, kemudian memelotoinya. Preman itu semakin mendekatkan pisau ke lehernya. Terlalu dekat hingga pisau itu sempat bergesekan dengan kulit dilehernya, menyebabkan segaris luka, tidak terlalu dalam tapi luka itu sudah cukup untuk membuat darah mengalir melalui garis sayatan itu.

(to be continue... read: Ch.III, part 4)

No comments:

Post a Comment